Nasrun1 dan Yang Nuryani2
1Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Laing, Kotak Pos 1, Solok, Sumatera Barat
2Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111
ABSTRAK
Penyakit layu bakteri merupakan salah satu penyakit penting pada nilam di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum dan dapat menurunkan produksi nilam 60?80% sehingga menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas nilam. Pengendalian patogen dapat dilakukan dengan menggunakan varietas tahan yaitu Sidikalang, teknik budi daya (pemupukan, bahan organik, dan mulsa), pestisida hayati (Pseudomonas fluorescens dan Bacillus spp.), pestisida nabati (serai
wangi), pengendalian kimiawi (bakterisida), dan membatasi penyebaran patogen dari daerah terinfeksi ke daerah yang tidak terinfeksi. Pengendalian penyakit layu bakteri harus dilakukan secara terpadu dengan mengombinasikan berbagai teknik pengendalian.
Kata kunci: Nilam, Ralstonia solanacearum, pengendalian hayati, pengendalian terpadu
Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan komoditas ekspor penting
di Indonesia. Ekspor minyak nilam mencapai 1.276 ton dengan nilai US$ 19.264
juta (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006). Indonesia merupakan pengekspor minyak nilam terbesar di dunia dengan memasok hampir 90% kebutuhan minyak nilam dunia (Asman 1996). Oleh karena itu, minyak nilam diharapkan dapat meningkatkan sumber pendapatan negara dari sektor nonmigas.
Minyak nilam mempunyai prospek baik untuk memenuhi kebutuhan industri
parfum dan kosmetik (Hernani dan Risfaheri 1989; Asnawi dan Putra 1990).
Minyak nilam dapat pula digunakan sebagai antiseptik, insektisida, dan
aromaterapi (Robin 1982; Mardiningsih et al. 1995). Patchouli alcohol merupakan
komponen utama minyak nilam dan digunakan sebagai indikator kualitas minyak
nilam (Nurjanah dan Marwati 1998).
Pada umumnya pertanaman nilam di Indonesia diusahakan oleh petani yang
tersebar di 14 sentra produksi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan sebagian di Jawa (Dhalimi et al. 1998). Produktivitas dan mutu minyak nilam Indonesia masih sangat rendah dengan kadar minyak 1?2% (Rusli et al. 1993). Pada tahun 2003 produktivitas rata-rata nilam hanya 199,48 kg/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan 2006).
Salah satu penyebabnya adalah seranganpenyakit antara lain penyakit layu bakteri
yang dapat menurunkan produksi 60?80% (Asman et al. 1993). Penyakit ini telah menyebar hampir di seluruh sentra produksi nilam di Sumatera Barat, NAD, dan
Sumatera Utara, bahkan akhir-akhir ini telah ditemukan di Jawa Barat dan Jawa
Tengah.
Penyakit layu bakteri pada nilam disebabkan oleh Ralstonia solanacearum
(Sitepu dan Asman 1989; Radhakrishan et al. 1997; Asman et al. 1998; Supriadi et al.2000; Nasrun 2005). Penyakit ini menyebar melalui bahan tanaman, dan menyerang tanaman muda sampai tanaman berproduksi (Sufiani dan Hobir 1998).
Kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan penyakit dapat mendorong penyakit berkembang secara pesat (Supriadi et al. 2000). Ditambah lagi petani belum melakukan pengelolaan penyakit secara benar, seperti menggunakan setek nilam sebagai bibit dari kebun yang terinfeksi penyakit layu bakteri, membiarkan sisasisa tanaman sakit, dan tidak melakukan pemupukan sehingga dapat memacu perkembangan penyakit layu bakteri.
Strategi pengendalian penyakit layu bakteri didasarkan pada konsep pengendalian
yang tepat berdasarkan pertimbangan kelayakan teknologi, ekologi,
ekonomi, dan sosial budi daya. Pengendalian bakteri patogen akan lebih efektif
bila dilakukan secara terpadu dengan mengombinasikan berbagai teknik pengendalian, meliputi varietas tahan atau toleran, teknik budi daya (pergiliran
tanaman, bahan organik, pemupukan), pengendalian menggunakan agens hayati,
pestisida nabati dan kimiawi, serta membatasi penyebaran bakteri patogen termasuk peraturan karantina.
PENYAKIT LAYU BAKTERI NILAM
Gejala Penyakit Di lapangan, penyakit layu bakteri nilam menyebar secara merata pada satu areal pertanaman dengan gejala daun layu dan diakhiri dengan kematian tanaman dalam waktu singkat (Gambar 1). Gejala awal serangan penyakit berupa salah satu daun pucuk layu dan diikuti dengan daun bagian bawah. Setelah terlihat gejala lanjut dengan intensitas serangan di atas 50%, tanaman akan mati dalam waktu 7?25 hari.
Pada serangan lanjut, akar dan pangkal batang membusuk dan terlihat adanya
massa bakteri berwarna kuning keputihan seperti susu. Bentuk gejala ini merupakan
ciri khas dari serangan patogen penyebab penyakit layu bakteri (Nasrun 2005).
Bila potongan batang nilam yang terinfeksi direndam di dalam air maka akan
terlihat aliran massa bakteri patogen. Hasil pengamatan pada sayatan tipis batang
tersebut secara mikroskopis menunjukkan adanya massa bakteri patogen yang keluar dari jaringan pembuluh kayu. Melalui metode ini dapat diketahui secara pasti
bahwa nilam yang bergejala layu tersebut telah terinfeksi oleh bakteri patogen
pembuluh kayu. Metode ini merupakan karakterisasi awal secara makroskopis dan
mikroskopis serangan bakteri patogen pembuluh kayu (Nasrun 2005).
Sifat-sifat Bakteri Patogen (lebih…)