Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘biotekno’ Category

Flora & Teknologi Kesehatan

Bidang bioteknologi kini telah memasuki generasi ketiga di mana tanaman seperti jagung, tembakau, padi, atau kacang tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan dimanfaatkan sebagai pabrik penghasil protein untuk keperluan pengobatan.

Generasi pertama bioteknologi hanya meningkatkan efisiensi produksi tanaman (mengurangi kebutuhan pestisida, atau meningkatkan ketahanan terhadap kelembapan), lalu generasi kedua bioteknologi mulai meningkatkan nilai produk pangan dengan tambahan nutrisi (misalnya beras dengan peningkatan kandungan vitamin A), tetapi pada dasarnya kedua generasi bioteknologi tersebut masih memfungsikan tanaman untuk dimakan. Produk bioteknologi generasi ketiga menjadikan tanaman sebagai pabrik untuk menghasilkan protein obat atau plant made pharmaceutical.

Plant made pharmaceutical (PMP) merupakan suatu protein terapeutik yang dapat digunakan dalam keperluan medis seperti antibodi monoklonal, enzim, atau protein lainnya yang dihasilkan dari tanaman. Protein terapeutik yang dihasilkan dapat berguna untuk penyakit seperti alzheimer, kanker, COPD (chronic obstructive pulmonary disease), cystic fibrosis, diabetes, multiple sclerosis, rheumatoid arthritis, cedera sumsum tulang belakang, dan sebagainya. (lebih…)

Read Full Post »

Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia, yang pernah menjadi produsen gula sekaligus eksportir gula, berubah menjadi importir gula terbesar.

Meningkatkan Produksi Gula dengan Menemukan Varietas Tebu Baru

Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia, yang pernah menjadi produsen gula sekaligus eksportir gula, berubah menjadi importir gula terbesar. Rata-rata impor setiap tahun mencapai 1,5 juta ton, atau setara dengan Rp 1 triliun.

Bahkan potensi ekonomi yang hilang yang seharusnya diterima pelaku bisnis gula di Indonesia, baik oleh petani tebu maupun pabrik gula, menjadi sangat besar.

Salah satu kemerosotan produktivitas gula Indonesia, tidak saja karena semakin berkurangnya sawah beririgasi teknis serta meningkatnya areal sawah tegalan, tetapi juga pemakaian varietas tebu yang tidak mendukung produktivitas lahan.

Belum lagi sistem keprasan yang sampai dilakukan lebih dari 10 kali sampai 15 kali dalam lahan yang sama, padahal idealnya hanya sekitar tiga kali.

Dalam kondisi seperti itu, PT Perkebunan Nusantara XI di Jawa Timur berupaya mencari terobosan dengan mengembangkan varietas baru tanaman tebu, yaitu varietas R-579.

Varietas baru ini mampu menghasilkan rata-rata 10,07 ton gula/hektare atau dua kali lipat dibandingkan produktivitas nasional yang rata-rata 4 ton gula/hektare. Angka itu juga melampaui program “akselerasi produksi gula nasional tahun 2007” sebanyak 8,5 ton gula/hektare.

Oleh karena itulah, Menteri Pertanian Bungaran Saragih memberikan penghargaan khusus kepada PT Perkebunan Nusantara XI atas pengembangan varietas baru R-579 melalui SK Mentan No 372/TU.210/A/XI/2002.

Dengan pengembangan varietas baru ini, akselerasi peningkatan produktivitas akan mampu mendorong perbaikan pendapatan petani tebu yang memasok bahan baku kepada pabrik-pabrik gula. Varietas baru R-579 ini merupakan salah satu varietas unggulan PT Perkebunan Nusantara XI yang diharapkan mampu memperbaiki keadaan rendahnya produktivitas lahan tebu milik petani.

Varietas ini pada musim giling yang sedang berjalan ini dikembangkan di Pabrik Gula Djatiroto, Lumajang dengan produktivitas bervariasi antara 8 – 15 ton gula/hektare.

“Kami optimistis apabila dikembangkan secara konsisten, maka sasaran produktivitas rata-rata 8,5 ton gula setiap hektare pada tahun 2007 sudah dapat dicapai,” kata Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara XI, Adig Suwandi.

Dengan produksi sebesar itu maka biaya produksi diharapkan dapat ditekan secara bertahap dari Rp 3.100/kg pada saat ini menjadi kurang dari Rp 2.200/kg.

Varietas lain yang memberi harapan cerah untuk peningkatan produktivitas gula nasional, adalah varietas POJ 3016. Varietas lama ini dimurnikan kembali melalui kultur jaringan. Di pabrik gula Kanigoro, Madiun, varietas ini mampu menghasilkan gula lebih dari 11 ton/hektare.

Varietas unggul berproduksi tinggi atau high yielding varieties dipandang sebagai unsur penting dan langkah awal menuju kebangkitan industri gula nasional. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya, adalah ketepatan jadwal tanam, mutu intensifikasi, penyediaan agro input, manajemen tebang-angkut, dan efisiensi pabrik.

“Kami sadar langkah-langkah mendasar untuk mencapai produktivitas bukan persoalan mudah, mengingat lebih dari 75 persen bahan baku industri gula yang berbasis di Jawa berasal dari tebu rakyat,”kata Adig Suwandi.

Kesediaan petani untuk merehabilitasi tanaman keprasan lanjut dan menggantinya dengan varietas unggul, tidak mudah diatasi dalam situasi keterbatasan dana seperti sekarang.

Salah satu cara yang kini dilakukan PTP Nusantara XI, pada tahun pertama lahan-lahan yang memerlukan rehabilitasi tanaman akan disewa oleh pabrik gula, sedangkan pada tahun kedua keprasan tebu yang sudah diganti varietasnya dikembalikan pengelolaannya kepada petani tebu. (lebih…)

Read Full Post »

Indonesia memiliki potensi tanaman atsiri yang begitu besar. Sayangnya, potensi tersebut masih sulit dikembangkan menjadi primadona komoditas ekspor. Salah satu penyebabnya, kurang dikuasainya teknologi pengolahan.
Indonesia memiliki potensi tanaman atsiri yang begitu besar. Sayangnya, potensi tersebut masih sulit dikembangkan menjadi primadona komoditas ekspor. Salah satu penyebabnya, kurang dikuasainya teknologi pengolahan.

Coba bayangkan. Di seluruh Indonesia tersebar sekitar 40 jenis (spesies) tanaman atsiri yang berpotensi dikembangkan seperti akar wangi, nilam, serai wangi, kenanga, daun cengkeh, jahe, dan pala. Namun, sampai kini yang bisa diolah untuk diekspor baru 12 jenis. Di seluruh pasar dunia terdapat sekitar 80 jenis minyak untuk berbagai bahan baku.

Kegunaan essential oil ini boleh dibilang sangat luas mulai sebagai bahan baku parfum, antiseptik, kosmetik, obat-obatan, flavour agent dalam makanan atau minuman, serta pencampur rokok kretek. Beberapa jenis di antaranya digunakan sebagai bahan analgesic, haemolitic atau sebagai antizymatic, serta sedavita dan stimulan untuk obat sakit perut.

Jadi, tidak mengherankan kalau sejak Perang Dunia II, minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Dr Joko Budianto, di pasar dunia minyak atsiri Indonesia mendapat saingan dari Cina, Sri Lanka, dan Brasil.

Tahun 1998 nilai ekspor 20 negara penghasil minyak atsiri mencapai US$ 758 juta. Indonesia berkontribusi sekitar 4,4 persen sedangkan RRC 18,6 persen.

Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri yang tidak dapat tumbuh di sini. Tahun 2000 impor minyak atsiri di Indonesia mencapai 1.625 ton dengan nilai US$ 7,3 juta.

Beberapa faktor penghambat perkembangan produksi minyak atsiri di Indonesia, kata Joko, masih lemahnya modal dan penguasaan teknologi. Minimnya pengetahuan para perajin minyak atsiri seperti persyaratan dan ketentuan teknis dalam melakukan proses penyulingan minyak atsiri juga menjadi faktor penghambat.

“Begitu juga dengan penggunaan bahan dan peralatan yang kurang baik. Akibatnya, mutu minyak yang dihasilkan pun sering kali tidak begitu baik,” ungkap Joko dalam acara “Gelar Teknologi dan Temu Usaha Minyak Atsiri” di Majalengka, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Padahal, kata dia, Provinsi Jawa Barat terutama Majalengka memiliki prospek yang cukup baik sebagai daerah pengembangan berbagai tanaman minyak atsiri. Sebab, daerah ini memiliki tipe tanah dan elevasi sera iklim yang agak berbeda dibandingkan beberapa daerah lainnya.

Terobosan Baru

Melihat kendala tersebut, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Pascapanen Pertanian melakukan terobosan baru dengan mengembangkan teknologi penyulingan minyak atsiri di Majalengka.

“Harapannya, dapat meningkatkan pengembangan agribisnis minyak atsiri dengan mutu tinggi serta keberpihakan kepada petani,” ujarnya.

Menurut Peneliti Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, M Pandji Laksmana Hardja, teknologi dengan sistem semi boiler kohobasi merupakan rekayasa dari timnya.

Teknologi itu tercipta setelah tim tersebut menemukan kelemahan-kelemahan yang ditemukan di ketel penyulingan tradisional (metode Bengkulu) yang selama ini dipakai petani.

Berkat temuan teknologi itu, selama penyulingan berlangsung destilasi dari air yang diduga masih mengandung minyak dapat kembali masuk ke ketel. Selain itu, sistem ini juga mampu “memaksa” agar sisa panas (uap) yang dihasilkan dari proses penyulingan dapat kembali masuk ke dalam ketel melalui pipa.

Uap ini kemudian membantu proses pemanasan air dalam ketel sehingga mempercepat pemanasan dan efisiensi air. Selain itu, uap tersebut akan membuat suhu panas di dalam ketel lebih cepat dan konstan.

Sistem ini dapat membantu mempercepat proses penyulingan. Mereka telah mencobanya pada daun nilam. Hasilnya, proses penyulingan dapat dipercepat menjadi sekitar enam jam.

“Jadi dalam satu hari petani dapat melakukan penyulingan 2 – 3 kali,” ungkap Pandji. Padahal, selama ini proses penyulingan minyak atsiri dengan menggunakan teknologi tradisional membutuhkan waktu sekitar 8 – 10 jam.

Dari segi mutu minyak yang dihasilkan, katanya, minyak yang disuling dengan teknologi baru berwarna bening. Coba bandingkan dengan penyulingan tradisional yang berwarna gelap seperti air kopi. Hal itu dikarenakan proses penyulingan berlangsung terlalu lama sehingga berakibat minyak menjadi hangus. (lebih…)

Read Full Post »

Di negara-negara maju, perkembangan bioteknologi sudah memasuki gelombang ketiga. Pada tahap ini, rekayasa genetik ditujukan untuk memperkaya kandungan nutrisi tanaman. Sedangkan pada gelombang pertama, rekayasa genetik ditujukan agar tanaman tahan HPT
Di negara-negara maju, perkembangan bioteknologi sudah memasuki gelombang ketiga. Pada tahap ini, rekayasa genetik ditujukan untuk memperkaya kandungan nutrisi tanaman. Sedangkan pada gelombang pertama, rekayasa genetik ditujukan agar tanaman tahan hama penyakit dan gelombang kedua untuk mengembangkan tanaman kesehatan.

Di Indonesia, perkembangan bioteknologi khususnya rekayasa genetika pada tanaman baru memulai gelombang pertama. Hal itu dikemukakan Kepala Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (Balitbiogen) Dr Sutrisno. Dengan demikian, Indonesia masih tertinggal dua langkah dari negara-negara maju.

Untuk itu para peneliti Indonesia harus mampu berlari cepat untuk mengejar negara-negara maju dalam pengembangan bioteknologi. Menurut Sutrisno, Balitbiogen sudah melakukan pembenahan-pembenahan untuk mempercepat penguasaan bioteknologi. Saat ini, Balitbiogen memiliki lima buah kelompok peneliti (Kelti) sebagai ujung tombak pengembangan bioteknologi.

Kelima Kelti tersebut adalah biologi molekular dan rekayasa genetika, reproduksi dan pertumbuhan, sumber daya genetik pertanian, mikrobiologi dan bioproses, serta biopestisida dan imunologi. Masing-masing Kelti memiliki pakar-pakar peneliti sesuai bidangnya masing-masing. Berbagai hasil penelitian khususnya di bidang pertanian dan peternakan pun sudah dihasilkan.

Untuk Kelti Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika (BMRG) beberapa penelitian sudah membuahkan hasil. Di antaranya padi tahan penyakit penggerek batang, kedelai tahan penggerek polong, dan jagung tahan penggerek batang. Juga sudah dihasilkan varietas kacang tanah yang tahan terhadap virus dan pepaya yang tahan kemasakan (tidak cepat busuk).

Untuk padi tahan penggerek batang, contohnya varietas code dan angke, kini sudah dikembangkan Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Varietas code dan angke tahan terhadap penyakit hawar daun yang disebabkan oleh bakteri yaitu penyakit bercak-bercak merah pada daun.

Balitbiogen juga mengembangkan padi yang tahan terhadap tanah masam dan mengandung alumunium tinggi. Sehingga padi tersebut sangat cocok dikembangkan di lahan-lahan marginal seperti lahan gambut.

Marka Molekuler

Selain itu, Kelti BMRG juga mengembangkan marka molekuler (penanda molekuler) untuk menyeleksi sifat yang diinginkan dari keturunan hasil persilangan. Metode ini melakukan pelacakan sifat-sifat tanaman berdasarkan DNA yang dimiliki tanaman.

Salah satu kelebihan dari metode ini adalah mempersingkat pengujian tanaman. Jika dengan cara konvensional diperlukan waktu sedikitnya lima tahun, dengan cara ini hanya diperlukan waktu paling lama tiga tahun. Dengan marka molekuler, pada generasi ketiga tanaman hasil persilangan sudah stabil.Pada tanaman jagung marka molekuler digunakan untuk mengetahui jarak genetik (hubungan kekerabatan) jagung. Dengan begitu, para pemulia menjadi lebih mudah dalam melakukan persilangan. Sebagai contoh pemulia mudah untuk merakit tanaman jagung yang tahan bule (penyakit daun bilur putih). Penelitian ini bekerja sama dengan Balai Penelitian Serealia (Balitisereal), Maros, Sulawesi Selatan. (lebih…)

Read Full Post »

Koleksi plasma nutfah diperlukan untuk memudahkan pengujian dengan teknologi tertentu. Sehingga, penyimpanan benih dan pelestarian tanaman tidak hanya untuk persediaan penanaman musim berikutnya, namun bersifat jangka panjang.
Perubahan iklim, berkurangnya areal hutan dan aktivitas permukiman menyebabkan erosi keragaman hayati asli Indonesia. Sedangkan upaya melestarikannya belum optimal, termasuk minimnya dana yang sering menjadi batu sandungan.

Indonesia adalah negeri yang disebut-sebut sebagai pemilik megabiodiversity karena tingginya keragaman hayati. Tidak kurang dari 28 ribu jenis tumbuhan, 350 ribu jenis binatang, dan 10 ribu jenis mikroba ada di bumi nusantara ini.

Dari jumlah itu, sekitar 6.000 jenis tumbuhan, 1.000 jenis hewan, dan 100 jenis mikroba sudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Demikian Netty Widyastuti, peneliti pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Dikatakan, sebagian besar spesies tersebut endemik di Indonesia atau pun hanya di kepulauan tertentu. Sering kali organisme tersebut hanya bisa hidup pada habitat yang sangat spesifik dengan penyebaran yang secara geografis terbatas. Karena itu, ekosistem tropis dataran rendah Indonesia yang khas itu menjadi perhatian khusus dunia.

Mendesak

Celakanya berbagai faktor telah menyebabkan menipisnya keragaman hayati tersebut. Padahal, menurut Netty, keragaman hayati secara langsung memberi sumbangan besar bagi pengaturan iklim dan pola cuaca global maupun regional. Untuk itu, pelestarian keragaman hayati khususnya plasma nutfah sebagai sumber keragaman sudah sangat mendesak.

Koleksi plasma nutfah diperlukan untuk memudahkan pengujian dengan teknologi tertentu. Sehingga, penyimpanan benih dan pelestarian tanaman tidak hanya untuk persediaan penanaman musim berikutnya, namun bersifat jangka panjang. Koleksi plasma nutfah membantu melestarikan plasma nutfah asli Indonesia.

Namun seperti dikatakan Kusumo Diwyanto, Ketua Komisi Plasma Nutfah Nasional, selama ini dana telah membatasi kegiatan pengoleksian plasma nutfah. Karena itu, Kusumo mengharapkan semua pihak mau mendukung upaya pelestarian tersebut.

Selain itu, informasi tentang perkembangan flora dan fauna dan pentingnya pelestarian perlu disosialisasikan secara luas. Dengan demikian, setiap orang merasa memiliki sehingga turut membantu pelestarian minimal mencegah kerusakan yang masih tersisa.

Penebangan liar, kebakaran, dan perambahan hutan menyebabkan musnahnya bank plasma nutfah terbesar tersebut.

Selain itu, Netty menjelaskan, bioteknologi menawarkan potensi yang hebat untuk perbaikan produksi tanaman, ternak, dan bioproses.

Para peneliti dapat mengembangkan pendekatan baru untuk mendapatkan varietas tanaman dengan daya produksi dan kualitas nutrisi tinggi. Bioteknologi juga berjasa dalam mengatasi penyakit dan cekaman lingkungan baik biotik maupun abiotik.

Penggunaan Bioteknologi

Netty menjelaskan, bioteknologi berpeluang untuk memberi terobosan dalam upaya pelestarian plasma nutfah.

Perkembangan dan kemajuan bioteknologi telah dimanfaatkan untuk pelestarian secara ex-situ dengan menempatkan biji-bijian di ruang pendingin. Atau juga penyimpanan bagian vegetatif dengan alat khusus, yakni dengan mengatur lingkungan dan penggunaan bahan-bahan kimia tertentu.

Di Indonesia metode itu belum banyak digunakan dan masih dalam taraf pengembangan.

Salah satu yang sudah memanfaatkan teknologi itu adalah Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (Balitbiogen), Badan Litbang Pertanian. (lebih…)

Read Full Post »

Untuk pertama kalinya di Indonesia, penangkal penyakit layu bakteri dan layu fusarium tersebut ditemukan Balai Perlindungan Tanaman Sumbar.

Penyakit layu bakteri (Pseudomonas solanacearum) dan penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum fsp Cubense) yang sudah menyerang sekitar satu juta rumpun dan nyaris memusnahkan pohon pisang (Musa paradisica Linn) di Sumatera Barat (Sumbar), berhasil diantisipasi.

Untuk pertama kalinya di Indonesia, penangkal penyakit layu bakteri dan layu fusarium tersebut ditemukan Balai Perlindungan Tanaman Sumbar.

“Penyakit layu bakteri dan layu fusarium menyerang tanaman pisang di berbagai daerah di Indonesia. Penyakit ini ditemukan di Sumbar tahun 1996. Sepanjang tahun 2002, dari hasil pemantauan di lapangan, diketahui penyakit tersebut sedikitnya menyerang satu juta rumpum pohon pisang,” kata Ir Djoni, Kepala Balai Perlindungan Tanaman Sumbar, Rabu (15/1), di Padang. (lebih…)

Read Full Post »

Pemanfatan bioteknologi di bidang pertanian tampaknya akan terus meningkat. Menurut laporan International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA), di seluruh dunia terjadi peningkatan sebesar 12 persen atau 7,5 juta hektare
Pemanfatan bioteknologi di bidang pertanian tampaknya akan terus meningkat. Menurut laporan International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA), di seluruh dunia terjadi peningkatan sebesar 12 persen atau 7,5 juta hektare selama tahun 2002.

Karena itu, diperkirakan terdapat sekitar 72,5 juta hektare lahan pertanian yang mengadopsi bioteknologi. Kebanyakan lahan itu digunakan untuk menanam kedelai, jagung, kapas, dan canola (sejenis umbi-umbian).
(lebih…)

Read Full Post »

Membuat Arang Sekam

Arang sekam memiliki peranan penting sebagai media tanam pengganti tanah. Arang sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor dan cukup dapat menahan air. Penggunaan arang sekam cukup meluas dalam budidaya tanaman hias maaupun sayuran (terutama budidaya secara hidroponik). Arang sekam dapat dengan mudah diperoleh di toko-toko pertanian. Namun tidak ada salahnya memproduksi sendiri arang sekam untuk keperluan sendiri dan bahkan mungkin dapat menjualnya nanti.

Berikut ini dua cara pembuatan arang sekam :

a. Pembuatan arang sekam dengan cara disangrai

Peralatan yang diperlukan adalah tungku dan seng. Caranya, sekam padi diletakkan di atas seng yang telah ditempatkan di atas tungku. Selanjutnya sekam disangrai sambil diaduk. Dengan cara ini akan diperoleh arang sekam sebanyak 40-50 kg dari 100 kg sekam segar.

b. Pembuatan arang sekam dengan cara dibakar dalam tong

Caranya, masukkan sekam ke dalam tong sampai tinggi sekitar 20 cm. Tuang oli ke dalam tong dan bakar. Jika asap dari pembakaran berkurang maka sekam ditambah sedikit demi sedikit hingga tong penuh. Kemudian tong ditutup karung basah dan di atasnya diberi tutup hingga rapat. Biarkan sekam menjadi dingin. Setelah itu pisahkan arang sekam dengan abunya melalui penyaringan. Jumlah arang sekam yang diperoleh juga sekitar 40-50 kg dari 100 kg sekam segar. Cara ini kurang efisien karena memerluan waktu yang lebih lama dibandingkan cara disangrai.

Mungkin masih ada cara lainnya seperti sumber panas (api) di dalam tong sedangkan sekam ditaruh disekeliling tong dan sekam diaduk agar pengarangan merata atau cara lainnya. Namun cara di atas sudah cukup baik untuk membuat arang sekam. Atau mungkin ada yang mau berbagi resep pembuatan arang sekam ?

situshijau.co.id, 28 Mei 2002

Read Full Post »

Jika sampah di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Cimahi (Bandung Raya) bisa dikelola menjadi kompos, mempunyai potensi ekonomis setidaknya Rp 450 juta/hari.

Jika sampah di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Cimahi (Bandung Raya) bisa dikelola menjadi kompos, mempunyai potensi ekonomis setidaknya Rp 450 juta/hari.

Angka tersebut dihitung berdasarkan jumlah sampah di Bandung Raya yang berjumlah 15.000 m3, dengan diasumsikan separuhnya merupakan sampah organik (bahan pembuat kompos, red.).

“Itu hitung-hitungan minimalnya, kalau semua sampah tersebut bisa dikelola secara efektif, nilai ekonomisnya mungkin akan lebih tinggi lagi,” ujar Ketua Umum APPKMI (Asosiasi Produsen Pupuk Kecil Menengah Indonesia) Jabar, Sonson Garsoni, Kamis (3/3).

Dijelaskan, dengan 7.500 m3 sampah per hari jika diolah menjadi kompos, paling tidak menghasilkan 30% kompos atau setara dengan 2.250.000 kg. Jika dijual dengan harga AKU (Asosiasi Kelompok Usaha UPPKS), lembaga yang memprakarsai penampungan kompos dari sampah perkotaan, yang bersedia membeli Rp 200,00/kg berarti akan didapat Rp 450 juta per hari.

“Jika langsung dijual ke pasar umum nilainya bisa lebih tinggi lagi, harga pasarannya saat ini Rp 500,00 – Rp 600,00/kg. Ke manapun menjualnya, yang terpenting dengan semakin banyak masyarakat yang mengolah sampah menjadi kompos, berarti permasalahan sampah yang kita hadapi bisa sedikit dieliminasi. Sehingga ‘Bandung lautan sampah’ tidak perlu sampai terjadi,” katanya.

Karena itulah pihak Askindo bersama dengan AKU, dan Forum RW Kota Bandung mencanangkan “Gerakan Darurat Penanganan Sampah Kota Model Skala RW dan Rumah Tangga” belum lama ini. Ide dasar “gerakan” tersebut, adalah pola pengelolaan dan pemanfaatan sampah secara swakarsa oleh warga masyarakat. (lebih…)

Read Full Post »

Di sejumlah besar daerah jerami masih dianggap sampah bahkan akhirnya berakhir dengan dibakar karena tak bermanfaat. Padahal, produk sampingan dari usaha pertanian padi tersebut sebenarnya punya potensi besar sebagai bahan dasar biofuel

Di sejumlah besar daerah jerami masih dianggap sampah bahkan akhirnya berakhir dengan dibakar karena tak bermanfaat. Padahal, produk sampingan dari usaha pertanian padi tersebut sebenarnya punya potensi besar sebagai bahan dasar biofuel, bahan bakar ramah lingkungan.

Tidak hanya akan memberikan nilai tambah, pemanfaatan jerami juga mencegah pelepasan karbon ke atmosfer saat terbakar. Siklus karbon ke atmosfer dapat diperpanjang dengan mengubahnya menjadi biofuel.

Terobosan tersebut telah dilirik produsen ethanol di China. Apalagi, sebagai salah satu negara terbesar, setiap tahun sekitar 230 juta ton batang jerami dibuang begitu saja. Tiga fasilitas pengolahan jerami menjadi biofuel telah dibangun sampai saat ini.

Namun, untuk mengolah jer ami bukan hal yang mudah. Batang jerami yang kaya selulosa tidak mudah terurai bakteri yang biasa dipakai dalam proses pembuatan biomassa. Para peneliti memanfaatkan larutan alkali sodium hidroksida untuk melunakkannya sebelum proses fermentasi atau peragian.

(lebih…)

Read Full Post »

Sejak dua tahun lalu, keluarga Iskak dan belasan tetangganya menikmati manfaat kotoran hewan yang sebelumnya terbuang percuma di desanya itu. Repot pada awal penyiapannya, tetapi kemudian menyenangkan pada hari-hari berikutnya.

Hanya sekali sulut, api berwarna biru pun langsung menyala. ?Lihat apinya. Birunya sama seperti api dari kompor gas elpiji,? kata Iskak, lelaki berumur sekitar 50 tahun, warga Gang Arjuno, Jalan Pondok Empat, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Sejak dua tahun lalu, keluarga Iskak dan belasan tetangganya menikmati manfaat kotoran hewan yang sebelumnya terbuang percuma di desanya itu. Repot pada awal penyiapannya, tetapi kemudian menyenangkan pada hari-hari berikutnya.

Selesai menyalakan kompor, Samnah, istrinya, datang membawa ikan segar yang baru dibeli. ?Tidak hanya bahan bakar minyak (BBM) yang naik, harga ikan pun ikut naik. Kami bersyukur karena kompor ini kami bisa hemat tidak beli BBM,? katanya. (lebih…)

Read Full Post »

Sapi memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dari kotorannya saja, yang sudah diperas menjadi energi biogas, masih bisa dimanfaatkan menjadi kompos organik.

Sapi memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dari kotorannya saja, yang sudah diperas menjadi energi biogas, masih bisa dimanfaatkan menjadi kompos organik.

“Semua kotoran sapi berguna, baik yang tidak dipakai untuk biogas maupun yang terpakai. Tidak ada yang dibuang,” kata Yaya Sudrajat Sumama, wakil peneliti utama dalam proyek bioelektrik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Desa Giri Mekar, Kecamatan Cilengkrang, Bandung, pertengahan Agustus ini.

Dalam penelitian tersebut, LIPI berhasil mengonversi energi biogas berbasis kotoran sapi menjadi bioelektrik, yakni energi listrik yang bersumber dari bahan organik. “Limbahnya itulah yang kita manfaatkan untuk dibuat kompos,” kata pria yang sebelumnya menjadi peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.

Menurut Yaya, limbah biogas bisa langsung digunakan karena mengandung banyak unsur NPK, yakni nitrogen, fosfor, dan kalium. “Ini bagus. Ciri lainnya kalau sudah siap dipakai adalah warnanya hitam pekat dan tidak berbau,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, ia melanjutkan, kotoran sapi yang tak terpakai dalam proses biogas, juga diolah menjadi pupuk kompos. Namun, kotoran sapi itu mesti dicampur dengan sampah organik dan difregmentasi dengan katalek.

Perbandingannya, ia menambahkan, 1 kilogram katalek untuk 1 ton kotoran sapi. Sementara perbandingan kotoran sapi dengan sampah organik, 1:3. “Katalek adalah hasil pengembangan teknologi LIPI yang mengandung 16 jenis jamur pengurai bahan organik,” tuturnya.

Produk sampingan biogas ini sangat menguntungkan warga Desa Giri Mekar secara khusus dan Kecamatan Cilengkrang secara umum. “Karena tahun 2014 Kabupaten Bandung, di mana kecamatan ini berada, akan menjadi daerah pertanian organik,” kata Marlan, Camat Cilengkrang, yang dihubungi secara terpisah.

Menurut Marlan, di desa yang menjadi percontohan bioelektrik itu sudah mempraktikkan pertanian organik. Dan hasilnya mencengangkan. “Kami sudah mencoba pada akhir 2008 untuk kedelai di Giri Mekar dengan lahan 2 hektar. Hasilnya 2 kali lipat. Kalau pakai pupuk kimia 1 hektar menghasilkan 0,9 ton, kalau pakai pupuk kompos biogas menjadi 1,8 ton,” paparnya.

Untuk itu, ia menambahkan, pihaknya akan terus mendukung usaha biogas di daerahnya. “Sehingga juga terus berimbas pada sektor pertanian,” kata Marlan.

Adapun, menurut Yaya, kompos yang merupakan hasil fragmentasi kotoran sapi dan sampah organik ini kemudian dijual. Kalau sudah dihaluskan dan dikemas, harganya Rp 5.000.

Produk yang dikelola oleh koperasi bina usaha Tenaga Listrik dan Mekatronik (Telimek) LIPI Bandung ini mengandung nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, air, dan lain-lain. “Kalau ada yang mau beli kiloan dan masih kasar, harganya Rp 700 per kilogram. Tapi belinya minimal 1 ton,” jelas Yaya.

Situs Hijau.co.id, 30 Agustus 2009

Read Full Post »

Tingginya harga minyak tanah pascadihapuskannya subsidi, menyulitkan kelompok industri kecil dan masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan bahan bakar yang murah dan praktis. Sementara kompor gas dinilai belum sepenuhnya mampu dijangkau masyarakat di

Tingginya harga minyak tanah pascadihapuskannya subsidi, menyulitkan kelompok industri kecil dan masyarakat menengah ke bawah untuk mendapatkan bahan bakar yang murah dan praktis. Sementara kompor gas dinilai belum sepenuhnya mampu dijangkau masyarakat di pelosok daerah.

Sekelompok usaha kecil dan menengah (UKM) menawarkan sebuah solusi bagi kalangan industri dan masyarakat menengah ke bawah untuk menggunakan kompor bioetanol sebagai alternatif pengganti minyak tanah.

“Sebagai pengganti minyak tanah, kompor bioetanol ini relevan sekali bagi masyarakat dan industri menengah bawah yang belum bisa menjangkau penggunaan kompor gas,” kata Kepala Bagian Pemasaran UKM produsen kompor bioetanol binaan Dewan Koperasi Indonesia Rivai, di Jakarta, Minggu (6/9).

Kompor ini menggunakan bioetanol sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah. Bahan baku bioetanol merupakan hasil olahan dari bahan-bahan alami seperti kulit pisang, singkong genderuwo, kulit nanas, gadung, dan sagu. “Karena itu kompor bioetanol ini sesuai dengan semangat untuk melestarikan alam karena merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan,” imbuh Rivai.

Dibandingkan minyak tanah, bioetanol memiliki lebih banyak keunggulan. Kompor bioetanol dapat digunakan tanpa menggunakan sumbu. Nyala apinya pun biru seperti kompor gas sehingga lebih cepat dan efisien dalam memasak. ” 100 cc bioetanol dapat digunakan memasak selama 40 menit. Artinya dengan satu liter bioetanol saja, konsumen bisa memasak hingga empat jam,” kata Rivai. (lebih…)

Read Full Post »

Bagi Anda yang berkecimpung di industri pengolahan kelapa, kini tersedia teknologi tepat guna untuk memarut kelapa dan memeras santan. Dengan mesin pemarut kelapa dan pemeras santan ini, Anda akan menjadi lebih mudah dan cepat dalam pengolahan kelapa.

Kami memproduksi mesin pemarut kelapa dan pemeras santan. Mesin-mesin tersebut memiliki kapasitas beragam, mulai dari skala rumah tangga hingga industri / pabrik

Penggunaan mesin pemarut kelapa dan pemeras santan ini tentu bisa menghemat biaya operasional, sekaligus mempercepat proses produksi.

agrobisnis.net, 18 Mei 2007

Read Full Post »

Older Posts »